Jumat, 14 September 2012

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD) Berfasilitas Multimedia Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus III


A.      JUDUL PENELITIAN
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD) Berfasilitas Multimedia Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring.

B.       LATAR BELAKANG
Dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas untuk menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas. Peranan guru dalam proses pembelajaran ini yaitu guru memiliki wewenang untuk mengatur dan menentukan proses pembelajaran sehingga nantinya dapat menyebabkan siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring bahwa rendahnya hasil belajar siswa berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran IPA di sekolah, diantaranya kurikulum, media, pendekatan, dan evaluasi. Saat ini pembelajaran IPA yang digunakan di beberapa Sekolah Dasar (SD) sudah menggunakan model-model pembelajaran tertentu yang mengarahkan siswa membentuk kelompok-kelompok kecil. Walaupun sudah mengarahkan siswa belajar secara kelompok tetapi cenderung guru masih mendominasi kegiatan pembelajaran serta keterbatasan penggunaan media-media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Siswa hanya sebagai penerima informasi sehingga membuat kecakapan berpikir siswa rendah atau dengan kata lain pembelajaran dirasakan kurang bermakna serta minat dan antusias belajar siswa dirasa kurang. Penggunaan model-model pembelajaran  dan media pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan pembelajaran di sekolah. Berbagai  model pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).
Terdapat berbagai tipe model pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan antara lain, Teams Games Tournament (TGT), Student Teams Achievement Division  (STAD), Jigsaw, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Teams Accelerated Instruction (TAI), Group Investigation (GI) ,dan  Learning Together (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:64-65).
Dalam penelitian ini, tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan adalah STAD. Hal ini dikarenakan STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang dengan kemampuan yang berbeda dan cocok diterapkan di semua mata pelajaran. Inovasi media pembelajaran sangat perlu digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu produk  teknologi yang dapat digunakan sebagai inovasi dalam pembelajaran adalah  komputer. Surjono (1999: 2) bahwa penggunaan komputer dalam bidang pendidikan hingga saat  ini belum maksimal. Multimedia pembelajaran merupakan komponen sistem  penyampaian pengajaran yang dapat digunakan dalam mendukung proses pembelajaran. Pengembangan multimedia dilandasi oleh persepsi bahwa pembelajaran akan berlangsung dengan baik, efektif, dan menyenangkan jika didukung oleh media pembelajaran yang dapat menarik minat dan perhatian siswa.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, bahwa model pembelajaran kooperatif diduga memiliki pengaruh terhadap hasil belajar, begitu juga pemanfaatan Multimedia Pembelajaran yang memiliki unsur audio dan visual diduga dapat menyampaikan informasi lebih mudah, cepat dan lengkap serta dapat menarik perhatian siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Devision (STAD) Berfasilitas Multimedia Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring.

C.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
Apakah terdapat perbedaan hasil belajar mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berfasilitas Multimedia Pembelajaran dengan  siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa fasilitas Multimedia Pembelajaran pada siswa kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring ?

D.       Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berfasilitas Multimedia Pembelajaran dengan  siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa fasilitas Multimedia Pembelajaran pada siswa kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring.


E.       Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat :
1.         Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengembangan dan kemajuan ilmu pendidikan yang nantinya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia pada saat ini.
2.         Praktis
2.1.       Bagi Siswa
Melalui penelitian ini siswa diharapkan dapat belajar secara efektif dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran IPA di sekolah dasar.

2.2.       Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada guru khususnya dalam hal model pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat meningkatkan proses pembelajaran yang lebih efektif.
2.3.       Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dan peningkatan kualitas sekolah.
2.4.       Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti yang lain sebagai dasar dalam melakukan penelitian yang lebih luas lagi.


F.       Kajian Teori
1.    Model Pembelajaran Kooperatif
1.1.       Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
            Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2007) mendifinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif juga dinamakan “belajar teman sebaya”. Sementara menurut Slavin (1995) pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
            Senada dengan Abdurrahman dan Bintoro, Slameto (2004 4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi siswa yang satu dengan yang lainnya, bukan hanya interaksi siswa dengan guru”. Dengan terciptanya. interaksi ini sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja, tetapi juga teman sebayanya. Interaksi ini mengajarkan siswa mampu memanfaatkan benda/orang dan segala sesuatu di dekatnya sebagai sumber belajar.
a.         Pencapaian tujuan, saling ketergantungan dalam penyelesaian tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran dan saling ketergantungan hadiah.
b.        Interaksi tatap muka yang menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, baik itu dengan sesama siswa maupun dengan guru.
c.         Akuntabilitas Individual artinya, walaupun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok,namun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi secara individual. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual.
d.        Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi maksudnya adalah bahwa dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial dan sifat-sifat yang bermanfaat dalam menjalin bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan, tetapi sengaja diajarkan.

            Terdapat tiga (3) hal yang menjadi tujuan dari hasil belajar pembelajaran kooperatif di antaranya : (I) Hasil belajar akademik pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan kepada berbagai kelompok untuk kerja sama  dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.(2) Penerimaan terhadap perbedaan individu : pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama melalui penghargaan kooperatif. (3) Pengembangan keterampilan sosial pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk bekerja sama dan berkolaborasi (Muslimin, dkk, 2000: 7-10)
            Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran kelompok kecil yang menuntut siswa. untuk bekerja sama dan dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Hasil belajar kooperatif mengacu pada 3 aspek, yaitu kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sintak Model Pembelajaran Kooperatif ( Parwati, 2004)
Fase
Prinsip Reaksi
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa tentang cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
           
            Dalam pembelajaran kooperatif, siswa diberikan dua tanggung jawab yang harus mereka laksanakan yaitu: pertama semua siswa terlibat dalam mempelajari dan menyelesaikan materi tugas yang diberikan dan kedua, meyakinkan dirinya bahwa hasil yang diperoleh mempunyai manfaat bagi diri mereka dan siswa lainnya dalam kelompok bersangkutan.

1.2.       Tipe-tipe Model Pembelajaran Kooperatif
            Meskipun berbagai prinsip pembelajaran kooperatif tidak berubah, ada empat tipe yang bisa digunakan oleh guru. Keempat tipe tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.2.1.      Tipe STAD
Tipe ini dipandang sebagai yang paling sederhana dari model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah penerapan model ini diawali dengan (1) membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll), (2) Guru menyajikan pelajaran, (3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. (4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu, (5) Memberi evaluasi, (6) Kesimpulan (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:64-65).
1.2.2.      Tipe Jigsaw
Melalui tipe Jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama, selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:65).
1.2.3.      Tipe Group Invenstigation (GI)
Tipe GI sering dipandang sebagai tipe yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Para guru yang menggunakan tipe GI umumnya membagi kelas ke dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok juga bisa didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.  Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai  sub topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan  menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:65).

1.2.4.      Tipe Struktural
Tipe struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dapat mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur-struktur Kagan menghendaki agar siswa bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif (Nurhadi, Yasin, dan Senduk, 2004:66).

1.3.       Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran Konvensional (Tradisional)
Dalam pembelajaran konvensional (tradisional) dikenal pula adanya belajar kelompok. Meskipun demikian, ada perbedaan esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional (tradisional). Abdurahman dan Bintoro, (2000:79-80) mengemukakan sejumlah perbedaan tersebut sebagai berikut.
Tabel 1.3 Perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan belajar
 konvensional (tradisional)

No
Kelompok belajar kooperatif
Kelompok belajar Konvensional
1
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
2
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok dan kelompok diberi umpan  balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lain hanya “ enak -enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap “ pemborong”.

3
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya, sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.




4
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergiliran untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
5
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
6
Pada saat pembelajaran kooperatif  sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervansi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

7
Guru memperhatikan secara langsung proses kerja kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kerja kelompok yang terjadi dalam kelompok belajar.
8
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan hanya sering ditujukan pada penyelesaian tugas

2.    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berfasilitas Multimedia Pembelajaran
Dalam bagian ini akan dipaparkan penjelasan dari variabel bebas penelitian ini yaitu model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Multimedia Pembelajaran .
2.1.       Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
2.1.1.      Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Menurut Wina (2008:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran menggunakan sistem mengelompokkan atau tim kecil yang terbagi menjadi 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Slavin ( dalam Wina, 2008:242) pembelajaran kooperatif model STAD, siswa dikelompokkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan para alhi dapat disimpulkan bahwa model kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

2.1.2.      Karakteristik pembelajaran STAD ( Student Team Achievement Division)
·         Menyampaikan materi pelajaran
·         Membagi siswa dalam kelompok kooperatif yang beranggotakan 4 atau 5 siswa
·         Menjelaskan langkah-langkah kerja kelompok
·         Membimbing siswa dalam kerja kelompok
·         Menugasi siswa melaporkan hasil kerja kelompok
·         Membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran

2.1.3.      Sintaksis/langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Nurasma (2006:51) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran model STAD terdiri dari enam langkah yaitu :
a.         Persiapan pembelajaran
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran(RP), Buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa(LKS) beserta lembar jawabannya.
b.         Penyajian materi
Dalam menyajikan materi hendaknya guru melakukan sesuai dengan apa yang seharusnya dan melakukannya secara menarik agar siswa yang mulanya tidak suka dengan pelajaran tersebut menjadi tertarik dan akhirnya menyukai dan menguasai
c.         Belajar kelompok
Dalam belajar kelompok haruslah memperhatikan cara membentuk dan pelaksanaannya. Seperti misalnya dalam satu kelompok haruslah heterogen  dan berdasarkan akademik. Kemudian pengaturan tempat duduk juga harus diperhatikan. Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif harus diatur dengan baik agar menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif. Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
d.        Tes
Tes yang diberikan setelah pelaksanaan belajar kelompok harus sesuai dengan apa yang sudah dibahas dalam belajar kelompok.
e.         Penentuan skor awal peningkatan individual
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing- masing individu dapat dijadikan skor awal.
f.          Penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok perlu dilakukan agar dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar dan dapat menyenangi pelajaran itu.

2.1.4.      Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Menurut Davidson (dalam Nurasma, 2006:26) kelebihan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut.:
·         Meningkatkan kecakapan individu
·         Meningkatkan kecakapan kelompok
·         Meningkatkan komitmen
·         Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
·         Tidak bersifat kompetitif
·         Tidak memiliki rasa dendam
·         Seluruh siswa menjadi lebih siap
·         Melatih kerja sama lebih baik

2.1.5.      Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Menurut Slavin (dalam Nurasma 2006:2007) kelemahan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut.:
·         Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
·         Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.        
·         Kekurangan anggota kelompok semua mengalami kesulitan
·         Membedakan siswa

2.1.6.      Cara menanggulangi kelemahan
Dari kelemahan yang ada dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD tentunya dicari cara penanggulangan agar model pembelajaran ini bisa digunakan dengan baik. Cara penanggulangannya adalah sebagai berikut :
1.      Dalam menyelesaikan tugas kelompok, tugas hendaknya dibagi rata pada tiap anggota.
2.      Dalam pembentukan kelompok agar tidak terlalu terlihat membedakan siswa antara yang bodoh dan yang pintar.
3.      Dalam berdiskusi guru hendaknya meminta untuk semua anggota kelompok bekerja sama dengan baik dan semuanya harus aktif.
4.      Guru memberi tahu siswa bahwa walaupun berkelompok mereka dinilai secara individual oleh guru. Ini  untuk mendorong semua siswa bekerja aktif.

2.2.       Multimedia Pembelajaran
Multimedia secara etimologis, multimedia berasal dari kata Multi (Bahasa Latin, nouns) yang berarti banyak, bermacam-macam, dan medium (Bahasa Latin) yang berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan atau membawa suatu materi. Beberapa definisi multimedia menurut beberapa ahli, diantaranya : 1. Kombinasi dari paling sedikit dua media. Media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar. 2. Alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan video. (Robin dan Linda) 3. Multimedia dalam konteks komputer menurut Hofstetter adalah: pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, video, dengan menggunakan tool yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi (Suyanto, 2003: 5). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa multimedia merupakan perpaduan dari beberapa elemen informasi yang dapat berupa teks, gambar, suara, animasi, dan video. Program multimedia biasanya bersifat interaktif.
2.2.1.      Pengertian Multimedia Pembelajaran
Multimedia Pembelajaran adalah media yang menyajikan gabungan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, image, animasi, audio dan video secara terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar (Samodra, Didik Wira. 2004 : 32).
2.2.2.      Manfaat Multimedia Pembelajaran
Menurut Ariasdi. (2008) manfaat yang dapat diperoleh dengan penggunaan multimedia pembelajaran adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan dan proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja, serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan. Manfaat di atas akan diperoleh mengingat terdapat keunggulan dari sebuah multimedia pembelajaran, yaitu:
a.       Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti virus, bakteri, sel, elektron dan lain-lain.
b.      Memperkecil benda yang sangat besar yang tidak mungkin dihadirkan ke sekolah, seperti candi, gedung, gajah, rumah, gunung, dan lain-lain.
c.       Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti sistem tubuh manusia, proses metamorfosis, bekerjanya suatu mesin, beredarnya planet Bumi mengelilingi matahari, berkembangnya bunga dan lain-lain.
d.      Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dan lain-lain.
e.       Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti angin topan, badai salju, letusan gunung berapi, harimau, racun, dan lain-lain.
f.       Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.

2.2.3.      Karakteristik Multimedia Pembelajaran
Karakteristik multimedia pembelajaran adalah:
a.       Memiliki lebih dari satu media yang konvergen, misalnya menggabungkan unsur audio dan visual.
b.      Bersifat interaktif, dalam pengertian memiliki kemampuan untuk mengakomodasi respons pengguna.
c.       Bersifat mandiri, dalam pengertian memberi kemudahan dan kelengkapan isi sedemikian rupa sehingga pengguna bisa menggunakan tanpa bimbingan orang lain.
(Samodra, Didik Wira. 2004 : 34).

3.    Hasil Belajar
3.1.       Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Menurut Sudjana Nana (2006:22) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Dimyati dan Moedjiono (2006:3) menyatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Oemar Hamalik (2007:30) menyatakan hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Mulyono (2003:37) menyatakan “ hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Pendapat di atas memiliki kesamaan tentang batasan dari hasil belajar yaitu suatu kemampuan maupun perubahan tingkah laku akibat suatu proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan mengubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Sedangkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu hasil belajar yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami proses interaksi pembelajaran mata pelajaran IPA.

3.2.       Ciri-ciri Hasil Belajar
Daryanto (2009:2) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Dimyanti dan Moedjiono (1994:110) hasil belajar mencakup : “(1) kemampuan untuk mengingat kembali informasi bahan ajar, (2) kemampuan untuk mengungkap kembali hal yang dimengerti, (3) kemampuan untuk menerapkan informasi, (4) kemampuan untuk menilai informasi”.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri hasil belajar adalah sebagai berikut, a) adanya minat, perhatian, dan motivasi belajar, b) terjadinya perubahan pada seseorang yang belajar, ia mengalami perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan dari tidak tahu menjadi tahu

3.3.       Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal). Soemadi Suryabrata (1981:7) menyatakan bahwa “ hasil belajar dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar individu. Faktor dalam meliputi: keadaan indera, kematangan, intelegensi, bakat, minat dan sebagainya.” Pendapat ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh A.A.Agung (2001:2) menyatakan “ hasil pembelajaran atau pelatihan dapat dipengaruhi oleh faktor raw input (pengetahuan awal peserta didik, kemampuan, dan lain-lain) dan faktor environmental input, serta proses belajar mengajar/pelatihan”. Dari pendapat tersebut diketahui bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar individu.
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terdapat dalam sistem pendidikan. Hal ini juga dinyatakan oleh Tabrani Rusyan (1993:32) ” bahwa hasil belajar yang dicapai siswa banyak ditentukan oleh faktor psikologis seperti : kecerdasan, motivasi, perhatian, dan cita-cita peserta didik, kebugaran fisik, dan mental serta lingkungan belajar yang menunjang”. Dari pendapat tersebut juga dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar pada intinya bersumber dari luar dan dalam diri individu.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Saffarudin Abdul Jabar (2004:2) menyatakan, Tiga faktor yang berpengaruh dan menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik yaitu : 1). Keadaan fisik dan psikis siswa yang ditunjukkan oleh IQ (kecerdasan intelektual), EQ (kecerdasan emosi), kesehatan, motivasi, ketekunan, ketelitian, keuletan dan minat. 2). Guru yang mengajar dan membimbing siswa seperti latar belakang penguasaan ilmu, kemampuan mengajar, perlakuan terhadap siswa. 3). Sarana pendidikan yaitu, ruang tempat belajar, alat-alat belajar, media yang digunakan guru dan buku sumber belajar.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar individu. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tidak hanya berkaitan dengan proses belajar saja, tetapi juga faktor lain yang bisa membawa dampak terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.

3.4.       Hasil Belajar IPA
Hasil belajar IPA dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.
Dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan dan menerapkan konsep yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa.

4.    Kerangka Berpikir
Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan informasi-informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang maha tahu dan sumber informasi. Buruknya lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar hasil belajar yang tinggi.
Nampaknya perlu ada perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara guru. Sudah semestinya kegiatan pembelajaran untuk lebih mempertimbangkan siswa. Selain itu arus proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur seperti sistem pembelajaran kooperatif. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa dituntut untuk lebih aktif.
Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini secara aktif mereka menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi mata pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak cuma mental tetapi melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan. Sejumlah penelitian diantaranya penelitian dari Ni Putu Yuli Trisnawati dan Dewa Ayu Vera Afsari Dewi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang sangat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, diduga hasil belajar IPA akan berbeda antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) berfasilitas Multimedia Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring.

5.    Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, dapat diajukan hipotesis yang dirumuskan sebagai berikut.
Terdapat perbedaan hasil belajar mata pelajaran IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berfasilitas Multimedia Pembelajaran dengan  siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tanpa fasilitas Multimedia Pembelajaran pada siswa kelas IV SD Gugus III Kecamatan Tampaksiring.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar